A. Pengertian Maulid Nabi
Maulid Nabi Muhammad SAW atau biasa disebut Maulid Nabi atau Maulud saja (bahasa Arab:
mawlidun-nabī),
adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang di Indonesia
perayaannya jatuh pada setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan
Hijriyah. Kata
maulid atau
milad
dalam bahasa Arab berarti hari lahir. Perayaan Maulid Nabi merupakan
tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad
wafat. Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan
penghormatan kepada Nabi Muhammad.
Di Indonesia, tradisi ini disahkan oleh negara, sehingga pada hari
tersebut dijadikan sebagai hari besar dan hari libur nasional. Imam
As-Suyuthi dalam kitab
Husn Al-Maqosid fi Amal Al-Maulid
menerangkan bahwa orang yang pertama kali menyelenggarakan maulid Nabi
adalah Malik Mudzofah Ibnu Batati, penguasa dari negeri Ibbril yang
terkenal loyal dan berdedikasi tinggi.
Mudzorofah pernah menghadiahkan sepuluh ribu dinar kepada Syekh Abu
Al-Khatib Ibnu Dihyah yang telah berhasil menyusun sebuah buku riwayat
hidup dan risalah Rasulullah dengan judul
At-Tanwir fi Maulid Al-Basyir Al-Nazir.
Pada masa Abbasiyah, sekitar abad kedua belas masehi, perayaan maulid
Nabi dilaksanakan secara resmi yang dibiayai dan difasilitasi oleh
khalifah dengan mengundang penguasa lokal. Acara itu diisi dengan
puji-pujian dan uraian maulid Nabi, serta dilangsungkan dengan pawai
akbar mengelilingi kota diiringi pasukan berkuda dan angkatan
bersenjata.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan tradisi yang sudah kental
dan memasyarakat di kalangan kaum muslim. Bukan cuma di Indonesia,
tradisi yang jatuh setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam Hijriah itu, juga
marak diperingati oleh umat Islam berbagai dunia.
Sebagian masyarakat muslim Sunni dan Syiah di dunia merayakan Maulid
Nabi. Muslim Sunni merayakannya pada tanggal 12 Rabiul Awal sedangkan
muslim Syiah merayakannya pada tanggal 17 Rabiul Awal, yang juga
bertepatan dengan ulang tahun Imam Syiah yang keenam, yaitu Imam Ja’far
ash-Shadiq.
Maulid dirayakan pada banyak negara dengan penduduk mayoritas Muslim di
dunia, serta di negara-negara lain di mana masyarakat Muslim banyak
membentuk komunitas, contohnya antara lain di India, Britania, dan
Kanada. Arab Saudi adalah satu-satunya negara dengan penduduk mayoritas
Muslim yang tidak menjadikan Maulid sebagai hari libur resmi.
Partisipasi dalam ritual perayaan hari besar Islam ini umumnya dipandang
sebagai ekspresi dari rasa keimanan dan kebangkitan keberagamaan bagi
para penganutnya.
Perkiraan tanggal Maulid, 2010-2013*
* Semua tanggal adalah perkiraan, karena tanggal aktual dapat berbeda
sesuai dengan penetapan awal bulan (kalender) berdasarkan pengamatan
fisik terhadap rembulan (benda astronomi).
B. Sejarah Perayaan Maulid Nabi SAW
1. Sejarah Umum Maulid Nabi SAW.
Peringatan maulid nabi untuk pertama kalinya dilaksanakan atas prakarsa
Sultan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi (memerintah tahun 1174-1193 Masehi
atau 570-590 Hijriah) dari Dinasti Bani Ayyub, yang dalam literatur
sejarah Eropa dikenal dengan nama “Saladin”. Meskipun Salahuddin bukan
orang Arab melainkan berasal dari suku Kurdi, pusat kesultanannya berada
di Qahirah (Kairo), Mesir, dan daerah kekuasaannya membentang dari
Mesir sampai Suriah dan Semenanjung Arabia.
Pada masa itu dunia Islam sedang mendapat serangan-serangan gelombang
demi gelombang dari berbagai bangsa Eropa (Prancis, Jerman, Inggris).
Inilah yang dikenal dengan Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun
1099 laskar Eropa merebut Yerusalem dan mengubah Masjid al-Aqsa menjadi
gereja! Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan (jihad) dan
persaudaraan (ukhuwah), sebab secara politis terpecah-belah dalam banyak
kerajaan dan kesultanan, meskipun khalifah tetap satu, yaitu Bani Abbas
di Bagdad, sebagai lambang persatuan spiritual.
Menurut Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali
dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada nabi mereka. Dia mengimbau
umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad saw., 12
Rabiul Awal, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati,
kini dirayakan secara massal. Sebenarnya hal itu bukan gagasan murni
Salahuddin, melainkan usul dari iparnya, Muzaffaruddin Gekburi, yang
menjadi atabeg (semacam bupati) di Irbil, Suriah Utara. Untuk
mengimbangi maraknya peringatan Natal oleh umat Nasrani, Muzaffaruddin
di istananya sering menyelenggarakan peringatan maulid nabi, cuma
perayaannya bersifat lokal dan tidak setiap tahun. Adapun Salahuddin
ingin agar perayaan maulid nabi menjadi tradisi bagi umat Islam di
seluruh dunia dengan tujuan meningkatkan semangat juang, bukan sekadar
perayaan ulang tahun biasa.
Pada mulanya gagasan Salahuddin ditentang oleh para ulama, sebab sejak
zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya
resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idulfitri dan Iduladha.
Akan tetapi Salahuddin menegaskan bahwa perayaan maulid nabi hanyalah
kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat
ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang. Ketika
Salahuddin meminta persetujuan dari Khalifah An-Nashir di Bagdad,
ternyata khalifah setuju. Maka pada ibadah haji bulan Zulhijjah 579
Hijriyah (1183 Masehi), Sultan Salahuddin al-Ayyubi sebagai penguasa
Haramain (dua tanah suci Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi
kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman
masing-masing segera menyosialkan kepada masyarakat Islam di mana saja
berada, bahwa mulai tahun 580 Hijriah (1184 Masehi) tanggal 12
Rabiul-Awwal dirayakan sebagai hari maulid nabi dengan berbagai kegiatan
yang membangkitkan semangat umat Islam.
Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan
maulid nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 Hijriah) adalah
menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian
bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan
sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang
menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far al-Barzanji. Karyanya yang
dikenal sebagai Kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca masyarakat
di kampung-kampung pada peringatan maulid nabi.
Ternyata peringatan maulid nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin
itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang
Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan,
sehingga pada tahun 1187 (583 Hijriah) Yerusalem direbut oleh Salahuddin
dari tangan bangsa Eropa, dan Masjid al-Aqsa menjadi masjid kembali
sampai hari ini.
Kembali kepada penjelasan sebelumnya yaitu mengenai Kitab Barzanji.
Kitab Barzanji adalah suatu doa-doa, puji-pujian dan penceritaan riwayat
Nabi Muhammad saw yang dilafalkan dengan suatu irama atau nada yang
biasa dilantunkan ketika kelahiran, khitanan, pernikahan dan maulid Nabi
Muhammad saw. Isi Berzanji bertutur tentang kehidupan Muhammad, yang
disebutkan berturut-turut yaitu silsilah keturunannya, masa kanak-kanak,
remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Di dalamnya juga
mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta
berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, nama Berzanji diambil dari nama pengarangnya yaitu
Syekh Ja’far al-Barzanji bin Hasan bin Abdul Karim.
Ia lahir di Madinah tahun 1690 dan meninggal tahun 1766. Barzanji
berasal dari nama sebuah tempat di Kurdistan, Barzinj. Karya tersebut
sebenarnya berjudul ‘Iqd al-Jawahir (Bahasa Arab, artinya kalung
permata) yang disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad
saw, meskipun kemudian lebih terkenal dengan nama penulisnya.
Pembacaan Berzanji pada umumnya dilakukan di berbagai kesempatan,
sebagai sebuah pengharapan untuk pencapaian sesuatu yang lebih baik.
Misalnya pada saat kelahiran bayi, mencukur rambut bayi (aqikah), acara
khitanan, pernikahan, dan upacara lainnya. Di masjid-masjid
perkampungan, biasanya orang-orang duduk bersimpuh melingkar. Lalu
seseorang membacakan Berzanji, yang pada bagian tertentu disahuti oleh
jemaah lainnya secara bersamaan. Di tengah lingkaran terdapat nasi
tumpeng dan makanan kecil lainnya yang dibuat warga setempat secara
gotong-royong. Terdapat adat sebagian masyarakat, dimana pembacaan
Berzanji juga dilakukan bersamaan dengan dipindah-pindahkannya bayi yang
baru dicukur selama satu putaran dalam lingkaran. Sementara baju atau
kain orang-orang yang sudah memegang bayi tersebut, kemudian diberi
semprotan atau tetesan minyak wangi atau olesan bedak.
Pada saat ini, perayaan maulid dengan Berzanji seperti itu sudah
berkurang, dan umumnya lebih terfokus di pesantren-pesantren kalangan
Nahdlatul Ulama (Nahdliyin). Buku Berzanji tidaklah sukar didapatkan,
bahkan sekarang ini sudah banyak beredar dengan terjemahannya.
2. Sejarah Perayaan Maulid Nabi SAW di Indonesia.
Jika kita membuka lembaran sejarah penyebaran Islam di Pulau Jawa,
perayaan maulid nabi dimanfaatkan oleh para Wali Songo untuk sarana
dakwah dengan berbagai kegiatan yang menarik masyarakat agar mengucapkan
syahadatain (dua kalimat syahadat) sebagai pertanda memeluk Islam.
Itulah sebabnya perayaan maulid nabi disebut Perayaan Syahadatain, yang
oleh lidah Jawa diucapkan Sekaten.
Dua kalimat syahadat itu dilambangkan dengan dua buah gamelan ciptaan
Sunan Kalijaga, Kiai Nogowilogo dan Kiai Gunturmadu, yang ditabuh di
halaman Masjid Demak pada waktu perayaan maulid nabi. Sebelum menabuh
dua gamelan tersebut, orang-orang yang baru masuk Islam dengan
mengucapkan dua kalimat syahadat terlebih dulu memasuki pintu gerbang
“pengampunan” yang disebut gapura (dari bahasa Arab ghafura, “Dia
mengampuni”).
Pada zaman kesultanan Mataram, perayaan maulid nabi disebut Gerebeg
Mulud. Kata gerebeg artinya “mengikuti”, yaitu mengikuti sultan dan para
pembesar keluar dari keraton menuju masjid untuk mengikuti perayaan
maulid nabi, lengkap dengan sarana upacara, seperti nasi gunungan dan
sebagainya. Di samping Gerebeg Mulud, ada juga perayaan Gerebeg Poso
(menyambut Idulfitri) dan Gerebeg Besar (menyambut Iduladha).
3. Keunikan suku Quraisy.
Hal yang menarik untuk kita kaji adalah mengapa nabi dan rasul terakhir
bagi umat manusia dibangkitkan Allah dari kalangan suku Quraisy di
Semenanjung Arabia? Jawaban atas pertanyaan ini diberikan oleh Allah
sendiri dalam Alquran Surat Quraisy ayat pertama dan kedua yang
berbunyi, “Karena tradisi suku Quraisy. Tradisi mereka mengembara di
musim dingin dan di musim panas”.
Kota suci Mekah pada mulanya bernama Baka atau Bakkah, sebagaimana
tercantum dalam Ali Imran 96. Dalam bahasa Arab, kata baka mempunyai dua
arti, “berderai air mata” dan “pohon balsam”. Arti yang pertama
berhubungan dengan gersangnya daerah itu sehingga seakan-akan tidak
memberikan harapan, dan arti yang kedua berhubungan dengan banyaknya
pohon balsam (genus commiphora) yang tumbuh di sana. Oleh karena huruf
mim dan ba sama-sama huruf bilabial (bibir), nama Bakkah lama-kelamaan
berubah menjadi Makkah.
Karena kota Mekah sangat gersang, orang-orang Quraisy penghuni kota itu
tidak mungkin hidup dari sektor agraris (pertanian), melainkan harus
mengembangkan sektor bisnis (perdagangan). Dibandingkan suku-suku lain
di Semenanjung Arabia, suku Quraisy memiliki watak istimewa, tahan
segala cuaca! Mereka memiliki tradisi (ilaf) gemar mengembara baik di
musim dingin maupun di musim panas untuk berniaga.
Pada mulanya sebagian besar suku Quraisy memusuhi Islam sehingga Nabi
Muhammad saw. dan para pengikut beliau harus meninggalkan kampung
halaman berhijrah ke Madinah. Akan tetapi akhirnya seluruh orang Quraisy
memeluk agama Islam, terutama setelah Rasulullah menguasai Mekah.
Tradisi gemar mengembara dari suku Quraisy merupakan salah satu faktor
yang ikut mempercepat penyebaran agama Islam. Hanya satu abad sesudah
nabi wafat, pada pertengahan abad ke-8 kekuasaan Islam membentang dari
Spanyol sampai Xinjiang.
Rupanya sudah menjadi sunnatullah (hukum Ilahi) bahwa suatu ide atau
ajaran akan cepat berkembang luas apabila disebarkan oleh orang-orang
yang gemar mengembara. Dalam sejarah tanah air kita, organisasi
Muhammadiyah memiliki pengalaman serupa. Pada zaman pendirinya, K.H.
Ahmad Dahlan, organisasi dakwah yang lahir di Yogyakarta ini baru
tersebar di Pulau Jawa. Muhammadiyah segera berkembang cepat ke seluruh
Nusantara setelah disebarkan oleh dua suku pengembara, orang-orang
Minangkabau dan orang-orang Bugis.
Gersangnya daerah Mekah membawa hikmah lain, dua kekuatan adikuasa pada
zaman Nabi Muhammad saw., yaitu Romawi dan Persia, tidak berminat untuk
menguasai Mekah. Demikian pula ketika pada abad ke-19 dan awal abad
ke-20 kolonial Inggris dan Prancis berbagi kekuasaan di Timur Tengah,
daerah Mekah sama sekali tidaklah mereka jamah. Dari zaman nabi sampai
sekarang, Kakbah (Rumah Allah) tidak pernah berada di bawah dominasi
kekuasaan kelompok non-Muslim.
Ketika Nabi Ibrahim a.s. dan putera beliau Nabi Ismail a.s. mendirikan
Rumah Allah, yaitu Kakbah sekarang, Nabi Ibrahim a.s. berdoa, “Ya
Tuhanku, jadikanlah negeri ini aman sentosa, dan anugerahkanlah rezeki
dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada
Allah dan hari akhirat.” (Surat Al-Baqarah 126). Doa Nabi Ibrahim a.s.
tersebut dikabulkan oleh Allah secara kontinu sampai hari ini! Meskipun
tanah Mekah gersang dan tidak memproduksi buah-buahan, para jemaah haji
dapat menyaksikan sendiri bahwa buah-buahan apa pun jenisnya dapat kita
jumpai di Mekah, mulai dari anggur Prancis sampai pisang Ekuador.
Air pun kini berlimpah di Mekah. Di samping sumber telaga Zamzam yang
tidak pernah kering, pemerintah Arab Saudi menggunakan teknologi modern
dalam menyediakan air bersih dari hasil penyulingan (destilasi) air
laut. Dengan teknologi tinggi yang disebut flash distillation, tekanan
diturunkan sedemikian rupa sehingga air laut mendidih pada suhu 50
derajat Celsius, lalu uap air yang sudah terpisah dari garam-garam
dilewatkan melalui alat pengembun (kondensor) supaya cair kembali.
Proses ini cukup murah sebab hemat energi. Di Jeddah pabrik penyulingan
air laut semacam ini memproduksi 50 juta liter air bersih per hari, dan
sebagian besar disalurkan ke Kota Mekah untuk keperluan para jemaah
haji.
Sebagai penutup uraian, ada tiga kesimpulan yang patut kita petik.
Pertama, perayaan maulid nabi kita selenggarakan untuk meningkatkan
semangat juang dan sebagai alat dakwah. Kedua, Nabi dan rasul terakhir
Muhammad saw. sengaja dibangkitkan Allah dari kota Mekah yang gersang,
yang penduduknya bersifat gemar mengembara, untuk efektivitas penyebaran
agama Allah. Ketiga, Allah senantiasa menganugerahi Mekah bahan makanan
dan air yang berlimpah, serta melindungi kota suci itu dari dominasi
kekuasaan kelompok lain. Mahabenar Allah dengan segala firman-Nya.
C. Kontroversi Seputar Peringatan Maulid Nabi.
1. Menurut Sudut Pandang Hukum Syarak.
Dilihat dari sudut pandang
hukum syarak ada dua pendapat yang bertentangan dalam menangani masalah peringatan maulid Nabi, Yaitu sebagai berikut :
a) Pendapat pertama.
Pendapat pertama, yaitu yang menentang. Mengatakan bahwa maulid Nabi
merupakan bid’ah mazmumah, menyesatkan. Pendapat pertama membangun
argumentasinya melalui pendekatan normatif tekstual. Perayaan maulid
Nabi SAW itu tidak ditemukan baik secara tersurat maupun secara tersirat
dalam Al-Quran dan juga Al-Hadis. Syekh Tajudiin Al-Iskandari, ulama
besar berhaluan Malikiyah yang mewakili pendapat pertama, menyatakan
maulid Nabi adalah bid’ah mazmumah, menyesatkan. Penolakan ini
ditulisnya dalam kitab
Al-Murid Al-Kalam Ala’amal Al-Maulid.
b) Pendapat Kedua.
Pendapat kedua, yaitu yang telah menerima dan mendukung peringatan
Maulid Nabi. Beralasan bahwa maulid Nabi adalah bid’ah mahmudah, inovasi
yang baik, dan tidak bertentangan dengan syariat. Pendapat kedua
diwakili oleh Imam Ibnu Hajar Asqalani dan Imam As-Suyuthi. Keduanya
mengatakan bahwa status hukum maulid Nabi adalah bid’ah mahmudah. Yang
tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, tetapi keberadaannya tidak
bertentang dengan ajaran Islam. Bagi As-Suyuti, keabsahan maulid Nabi
Muhammad SAW bisa dianalogikan dengan diamnya Rasulullah ketika
mendapatkan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura sebagai
ungkapan syukur kepada Allah atas keselamatan Nabi Musa dari kejaran
Firaun. maulid Nabi, menurut As-Suyuti, adalah ungkapan syukur atas
diutusnya Nabi Muhammad SAW ke muka bumi. Penuturan ini dapat dilihat
dalam kitab
Al-Ni’mah Al-Kubra Ala Al-Alam fi Maulid Sayyid Wuld Adam.
2. Kesimpulan.
Terlepas dari polemik di atas, pelaksanaan maulid Nabi adalah perbuatan
Bid’ah walaupun disinyalir mendatangkan dan memberikan manfaat kehidupan
beragama kaum muslimin secara filosofis. Peringatan maulid Nabi dapat
menumbuhkan rasa cinta kepada Rasulullah yang kemudian ditunjukkan
dengan mengikuti segala sunahnya dan menumbuhkan kesadaran akan beragama
menuju kesempurnaan takwa. Tapi tetap didahului dengan perbuatan
Bid’ah. Secara sosiologis, dengan asumsi kehidupan manusia di abad ini,
dengan kecenderungan bergaya hidup konsumeristik, hedonistik, dan
materialistik, punya andil cukup besar terhadap penurunan tingkat
kesadaran seseorang, maka peringatan maulid Nabi menjadi tuntutan
religius yang penting. Kekhawatiran ini tidak terlalu berlebihan bila
kita lihat Sabda / Hadist Nabi :
“Pada mulanya Islam itu asing dan akan kembali asing dan akan kembali
asing, maka berbahagianlah bagi orang-orang asing, yakni mereka yang
telah menghidupkan sunah Nabi, setelah dirusak orang. Orang yang
berpegang teguh dengan sunahku ketika terjadi wabah dekadensi moral,
pahalanya sama dengan pahala seratus orang yang mati syahid.” (HR. Ibnu Abbas)
Dan kekhawatiran akan menjadi hilang jika kita berwawasan secara
meluas. Memang semua pekerjaan yang kita lakukan dizaman sekarang ini
adalah bid’ah, karena tidak dilakukan dan tidak diperintah oleh nabi
sendiri. Tetapi kita tahu bahwasannya bid’ah itu ada 2 macam yaitu
bid’ah hasanah (bid’ah yang baik) dan bid’ah sayyi’ah (bid’ah yang jelek
dalam artian menyimpang dari syariat). Jadi kita tidak meniru Rasul
hanya konteks saja, tapi juga nonkontekstualnya.
Berbahagialah orang yang selalu mengagungkan Rasul, dan jangan mudah
menganggap sesuatu itu bid’ah sayyi’ah atau bid’ah dholalah finnar
(bahasa Arab : Sesat dalam neraka). Sebagai umat Islam tentunya kita
harus selalu menjaga Ukhuwah Islamiyah (bahasa Arab : persaudaraan /
solidaritas / persatuan sesama Muslim). Sehingga tidak mudah terpedaya
dengan kaum yang ingin memecahbelah umat Islam baik dari dalm maupun
luar.